Update
Update
  • Sep 15, 2020
  • 453

Antisipasi Tindak Kekerasan Peserta Didik Jenjang SMP, Kemendikbud Tanamkan Penguatan Karakter

JAKARTA  - Penguatan karakter menjadi kunci utama untuk menyiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan di abad ke-21. Nilai-nilai inilah yang harus tertanam di lingkungan satuan pendidikan, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menjadi fondasi awal dalam pembentukan karakter.

Inilah yang melatarbelakangi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat SMP melaksanakan kegiatan Antisipasi Tindak Kekerasan Peserta Didik Jenjang SMP.

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, (Dirjen PAUDDASMEN) Kemendikbud, Jumeri mengatakan, kegiatan ini bisa menjadi titik awal peningkatan karakter untuk menciptakan siswa SMP yang berkarakter, berakhlakul karimah, dan berkepribadian baik. “Karena individu yang baik hanya bisa diperoleh dari lingkungan yang baik, ” ucapnya saat membuka kegiatan Antisipasi Tindak Kekerasan Peserta Didik Jenjang SMP Angkatan III yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Selasa (15/9/2020).

Lebih lanjut Jumeri menyampaikan, ada tiga aspek yang membentuk karakter seseorang. Pertama, keluarga atau rumah yang memberi pengaruh sangat besar yaitu 60 persen. Kedua, satuan pendidikan yang memberi pengaruh sebesar 25-30 persen. Ketiga, masyarakat yang memberi pengaruh sebesar 10-15 persen.

Tripusat pendidikan tersebut mempengaruhi pembinaan karakter peserta didik, sehingga harus mendapat perhatian. Jumeri menekankan perlunya kolaborasi semua warga pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang baik tersebut. “Masing-masing aspek mempengaruhi satu sama lainnya. Pada aspek pertama dan kedua kita masih bisa kendalikan, tapi kalau di level masyarakat akan sulit, ” imbuhnya.

Menyambung hal tersebut, Direktur SMP Kemendikbud, Mulyatsyah mengatakan, nilai-nilai budi pekerti luhur harus menjadi pondasi yang ditanamkan sejak dini pada tahap awal pembentukan karakter. “Jika urusan belajar terganggu karena ada tindak kekerasan maka proses pembentukan karakter juga terganggu. Tindak kekerasan harus diantispasi agar lingkungan sekolah kita terkendali, terkontrol dan aman bagi peserta didik. Itu penting, ” kata Mulyatsyah.

Pencegahan terhadap tindak kekerasan menjadi hal yang diutamakan untuk diterapkan di satuan pendidikan. Sebab, penguatan karakter pada jenjang SMP menjadi kunci utama untuk menyiapkan generasi muda yang tangguh di masa depan. “Tujuan kami menyelenggarakan kegiatan ini adalah agar kita semua bisa mengantisipasi tindak kekerasan karena pencegahan jauh lebih penting sebelum sesuatu terjadi, ” tutu Mulyatsyah.

Tumbuhkan Pola Pikir dan Kegiatan Positif.

Dirjen PAUDDASMEN Kemendikbud, Jumeri mengatakan, upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah dan mengatasi tindak kekerasan adalah dengan selalu berpikir dan bertindak positif. “Kekerasan tidak boleh dilawan dengan kekerasan, ” pesannya.

Untuk mencegah tindak kekerasan, Jumeri mendorong semua pihak menggalakkan berbagai kegiatan edukatif seperti:  1). Menyiapkan program sekolah yang ramah anak, menyenangkan, dan model pembelajaran yang mengarah pada pembinaan karakter peserta didik. 2). Meningkatkan fasilitas sekolah yang dapat memonitor seluruh sudut sekolah dengan baik. “Sudut sekolah yang tidak terlihat seperti kamar mandi, rawan menjadi tempat tindak kekerasan, ” ungkapnya.

3). Giatkan program yang mampu meningkatkan pemahaman tentang persaudaraan, hati nurani, toleransi, ketulusan, dan kejujuran seperti ekstrakurikuler, dan kegiatan lain yang positif. 4). Libatkan orang tua dalam memecahkan problematika pembelajaran. “Jangan sampai ada pandangan kalau orang tua diundang ke sekolah hanya karena masalah uang atau karena putra-putrinya ada kasus di sekolah, ” ucap Jumeri.

Adanya interaksi antara orang tua dengan sekolah, memungkinkan kedua belah pihak mengenal dan memahami karakter dan potensi anak sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai khususnya di tengah pembelajaran jarak jauh (PJJ) seperti sekarang. “Adakan pertemuan bulanan berupa kelas parenting secara berkala. Di forum itu guru dan orang tua saling bertukar informasi tentang kegiatan sekolah, kendala belajar hingga kondisi peserta didik di rumah, ” jelas Jumeri.

Salah satu narasumber yang hadir komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menegaskan agar siapapun yang mendapat kekerasan verbal maupun nonverbal untuk berani melapor.  “Jika kalian dirundung (bully) secara verbal maupun fisik, kalian bisa lapor ke guru, ” tegasnya.

Di akhir sambutannya, Dirjen PAUDDASMEN mengajak orang tua, tenaga pendidik dan para pemangku kepentingan untuk menjadi teladan bagi peserta didik. Ia yakin, saat keluarga dan satuan pendidikan mampu mempraktikkan keluhuran budi pekerti, maka anak-anak akan mudah untuk mencontoh. Hal itu pula yang akan menjadi bekal bagi anak-anak menghadapi tantangan di masyarakat. “Itu yang dibutuhkan, ” tekan Jumeri.

“Selanjutnya, kepada anak-anak, jadilah agen anti kekerasan di sekolah, tunjukan prestasi kalian, kesantunan, kerapihan, dan budi pekerti pada orang lain. Nanti orang lain juga akan menghargai kita dan akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kekerasan. Bergaulah dalam lingkungan yang mengajak kalian berbuat baik. Bentengi diri kalian dengan ilmu yang bermanfaat agar kalian bisa memberi ‘warna’ bagi lingkungan sekitar, ” demikian pesan Dirjen Jumeri untuk generasi muda yang akan melanjutkan tongkat estafet bangsa di masa depan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan merupakan salah satu instrumen untuk penguatan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Karena itu, penyelenggaraan pembelajaran bagi siswa harus aman, nyaman dan menyenangkan serta terbebas dari tindak kekerasan.

Guna mendukung antisipasi tindak kekerasan pada peserta didik, Direktorat SMP mengundang narasumber yang mumpuni di bidangnya untuk memberikan pemahaman yang komprehensif menyangkut tema acara. Para narasumber berasal dari Kepolisian Republik Indonesia, praktisi kesehatan, praktisi yang merupakan mantan korban kekerasan mental yang sukses dalam mengatasi hal tersebut, KPAI, psikolog yang menangani tindak kekerasan pada peserta didik serta praktisi pendidikan di bidang media sosial.

Para narasumber menyampaikan materi tentang Bahaya Narkotika dan Merokok; Antisipasi dalam Kekerasan di Sekolah; Pencegahan dan Penanganan terhadap Tindak Kekerasan di Sekolah, Masyarakat dan Keluarga; Kekerasan pada Peserta Didik Ditinjau dari Sisi Psikologi; Cyber Crime dalam Penggunaan Internet, serta Penggunaan Media Sosial secara Bijak.

Kegiatan yang berlangsung dalam empat angkatan ini dilaksanakan secara virtual dengan menghadirkan perwakilan peserta dari berbagai provinsi. Khusus untuk angkatan III, peserta yang terlibat berasal dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Bangka Belitung.

Adapun kegiatan untuk Angkatan I dan II telah diselenggarakan pada tanggal 8-9 September 2020 dan 11-12 September 2020 lalu. Angkatan III dilaksanakan pada tanggal 15-16 September 2020. Selanjutnya, Angkatan IV akan berlangsung pada tanggal 18-19 September 2020 mendatang. (***)

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU