JAKARTA - Nama Berta Bua'dera (48). Perempuan beranak satu ini tinggal di Kampung Berambai, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Sehari-hari ia bekerja sebagai guru honorer di SD Filial 004 di Kampung Berambai, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Sementara suaminya hanyalah petani penggarap.
Setiap hari Berta harus menempuh jarak 5 km dari rumah ke tempatnya mengajar. Jalannya tak bisa dilalui kendaraan. Berta pun harus berjalan kaki. Jalanannya naik turun. Butuh 1, 5 jam untuk sampai menuju sekolahnya itu. Setiap hari ia berangkat jam 04.30.
Menuju sekolahnya ia harus melewati daerah yang sebagian besar masih hutan. 11 tahun ia lakoni pekerjaan itu tanpa keluh kesah. "Pulang dari sekolah langsung tidur. Enggak sempat urus dapur, " katanya.
Melihat perjuangan Berta, seorang warga meminjamkan rumahnya ke keluarga Berta. Jarak rumah itu ke sekolah hanya 2 km.
Dari pekerjaannya sebagai guru honorer ia menerima honor Rp 1.000.000 tiap bulan. Kata Berta, uang segitu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menyekolahkan anaknya yang sudah SMP.
Untuk menambal kebutuhannya, ia nyambi berjualan sayur ke pasar tradisonal yang ada di Tenggarong dan Samarinda. Jualan sayur itu ia lakukan setiap malam Senin. Sayur itu hasil kebun suaminya. Hasilnya lumayan bisa untuk menyekolahkan anaknya.
Nasib serupa juga dialami Andi Sri Rahayu (29). Sri adalah seorang guru asal Desa Sapobonto, Kecamatan Bulukumpa, Sulawesi Selatan. Profesinya sebagai guru honorer sudah dijalani sejak 2017.
Dari desanya menuju tempatnya mengajar di Madrasah Aliyah Guppi Kindang, Desa Kindang, Kecamatan Kindang bisa ditempuh melalui dua jalur. Jalur jalan kaki jaraknya 10 km atau jalan kendaraan yang jaraknya 25 km.
Awalnya Sri sering berjalan kaki menuju tempatnya mengajar. Namun karena sekarang sedang hamil, ia memilih jalur yang dilalui kendaraan.
Meski tempat mengajarnya tergolong terpencil, Sri tetap semangat. Padahal setiap bulan ia hanya diberi honor Rp 300 ribu. "Daripada ilmu tertinggal lebih baik dibagi dan semoga bisa jadi amal jariyah, " kata Sri.
Berta dan Sri hanyalah dua dari sekitar 2 juta lebih guru honorer di bawah Kemendikbud dan Kemenag. Pengabdian mereka sungguh luar biasa.
Melihat kondisi itu pemerintah tak tinggal diam. Pada tahun 2021 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong para guru honorer itu untuk menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Kapasitas formasinya cukup banyak untuk guru honorer sampai satu juta formasi, " kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pertengahan November lalu.
Karena itu, Nadiem Makarim mendorong pemerintah daerah agar segera mengajukan formasi guru yang dibutuhkan di daerahnya. Dari data yang ada di Kemendikbud, saat ini pemerintah daerah baru menyiapkan sekira 200 ribu formasi. "Kami meminta agar daerah benar-benar menyiapkan berapa kebutuhannya, " ujarnya.
Jumlah 200 ribu itu tentu masih jauh dari kuota yang dibuka. Kebutuhan guru, setiap tahun selalu meningkat disebabkan beragam faktor. Seperti adanya guru yang pensiun, pembukaan sekolah baru, serta rekrutmen CPNS yang tidak seimbang. "Nantinya dapat diisi guru-guru honorer melalui proses seleksi ASN PPPK, " kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Iwan Syahril.
Dalam rekruitmen nanti, kata Nadiem semua guru honorer boleh mengikuti. Tidak ada sistem prioritas masa pengabdian, senioritas, atau daerah terpencil. Semua guru honorer bisa ikut tes. Semua diperlakukan sama. "Jadi argumen hororer senior atau tinggal di daerah terpencil sudah tidak valid, " kata Nadiem saat menyampaikan keterangan pers Rabu (25/11/2020).
Kemendibud, kata Nadiem, tidak akan mengendurkan standar untuk menjadi guru P3K. Hal ini dilakukan untuk kebaikan anak didik dan juga untuk kualitas guru sendiri.
Bagaimana jika tidak lulus? Jangan khawatir. Kementerian memberikan kesempatan pada mereka hingga tiga kali tes. Kementerian juga akan memberikan bimbingan berupa materi tes.
Nadiem mengingatkan, peluang yang dibuka tahun depan itu bukan pengangkatan melainkan seleksi massal. Kuotanya satu juta. Jika pada tahun itu yang lulus hanya 100 ribu, maka mereka inilah yang nanti akan dinyatakan lulus untuk menjadi guru PPPK. (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim (kiri) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). (***)